Ibadah yang tidak disertai dengan ikhlas, maka ibadah tersebut akan sia-sia. Bayangkan, jika selama ini kita salat, puasa, zakat, haji serta melakukan amalan lainnya hanya untuk ‘dilihat’ orang, atau dianggap orang kita adalah orang alim, maka habislah amalan kita itu atau dengan bahasa yang sederhana sia-sialah amalan kita tersebut.
Rasulullah saw pernah berkisah, "Manusia yang mula-mula ditanya di hari Kiamat adalah tiga orang; pertama adalah orang yang diberi Allah ilmu pengetahuan. Pada waktu itu Allah bertanya, "Apakah yang sudah kamu perbuat dengan ilmu yang engkau ketahui itu?"
Orang yang berilmu tersebut menjawab,"Ya Rabbi, dengan ilmu hamba itu, hamba bangun di tengah malam (untuk salat malam) lalu hamba berjaga di tepi siang (untuk mengajarkan ilmu kepada orang yang memerlukannya)."
Allah berfirman, "Engkau dusta!"
Malaikatpun berkata, "Engkau dusta! Engkau lakukan semua itu hanyalah supaya engkau disebut sebagai orang alim". Memang yang demikianlah perkataan orang terhadap dirinya.
Orang kedua adalah seorang laki-laki yang Allah beri harta kekayaan, maka Allah bertanya, "Engkau telah kami beri amanah harta, apakah yang sudah engkau perbuat dengan harta itu?"
Dia menjawab, "Ya Rabbi, harta benda itu semuanya telah hamba sedekahkan pada tengah malam dan siang hari."
Allah berfirman, "Engkau dusta!"
Malaikat pun berkata, "Engkau dusta! engkau lakukan semua itu hanyalah supaya engkau dikatakan sebagai seorang dermawan". Memang yang demikianlah yang dikatakan orang terhadap dirinya.
Orang ketiga adalah laki-laki yang terbunuh dalam perang mempertahankan agama Allah, maka Allah bertanya, "Apakah yang telah engkau kerjakan?"
Ia menjawab, "Ya Rabbi, Engkau suruh hamba berjihad, maka pergilah hamba ke medan perang, lalu hamba mati terbunuh".
Allah pun berkata, "Engkau dusta!"
Malaikat pun berkata, "Engkau dusta! Engkau terbunuh karena memang engkau tidak siap untuk mati dan kalau pun engkau terbunuh engkau berharap mendapat gelar pahlawan."
Sebuah pelajaran yang selama ini memang mungkin kita berada pada gelombang ketidak ikhlasan ketika kita melakukan sesuatu yang baik. Banyak di antara kita yang mengharapkan ‘sesuatu’ dari apa yang kita lakukan. Akibatnya kita tidak mendapatkan apa-apa.
Maka benarlah hadist Rasulullah yang mengatakan, "Barangsiapa yang berpuasa dengan iman dan keikhlasan maka dosa-dosa (kecilnya) yang lalu akan diampuni Allah."
Sangat tidak nyaman jika seandainya dalam melakukan sesuatu ada nilai-nilai yang membuat unsur pamrih di dalamnya. Untuk itu, banyak orang yang sering mengucapkan kata ikhlas, namun aplikasinya yang tidak mudah dilakukan.
Bukan hendak melihat hati seseorang, tetapi biasanya, ada para politisi, pejabat dan lain-lain yang ketika menolong seseorang apakah itu lewat pemberian sembako, sumbangan dan lain-lain ada muncul rasa untuk dipuji. Kalau inilah yang ada di hati, maka di sinilah kita lebih mengedepankan unsur riya daripada unsur ikhlas.
Sebenarnya, ilmu ikhlas ada dalam buku, namun pada praktiknya ia sangat sulit untuk dilaksanakan. Kenapa? Karena ini berhubungan dengan kebersihan dan kesucian hati. Bila hati kita masih ada rasa ingin dipuja dan dipuji, maka lunturlah nilai ikhlas itu.
Puasa mengajarkan kita untuk ikhlas. Ikhlas dalam berbagai hal. Bukan dalam konteks ibadah semata, tetapi lebih daripada itu ikhlas terhadap berbagai persoalan yang terjadi di tengah-tengah kita.
Keikhlasan itu tersimbolisasi dengan perasaan menyerahkan segalanya kepada Allah. Karena itulah ibadah puasa ini sangat berbeda dengan ibadah-ibadah yang lain. Ia sangat menuntut keikhlasan seseorang untuk berlapar-lapar walaupun ada di depan matanya makanan dan minuman yang halal.
Lalu bagaimana kita merasakan bahwa hati kita ini sudah ikhlas? Maka kembali pada statement awal bahwa ikhlas adalah orang yang tidak menyertakan kepentingan pribadi ataupun imbalan duniawi dari apa yang dapat ia lakukan. Tujuannya hanya satu yakni agar apa yang ia lakukannya diterima Allah SWT.
Mudah-mudahan kewajiban puasa yang kita lakukan tahun ini memberi makna keikhlasan kepada kita, untuk selalu berbagi, peduli dalam kebersamaan.
Rasulullah saw pernah berkisah, "Manusia yang mula-mula ditanya di hari Kiamat adalah tiga orang; pertama adalah orang yang diberi Allah ilmu pengetahuan. Pada waktu itu Allah bertanya, "Apakah yang sudah kamu perbuat dengan ilmu yang engkau ketahui itu?"
Orang yang berilmu tersebut menjawab,"Ya Rabbi, dengan ilmu hamba itu, hamba bangun di tengah malam (untuk salat malam) lalu hamba berjaga di tepi siang (untuk mengajarkan ilmu kepada orang yang memerlukannya)."
Allah berfirman, "Engkau dusta!"
Malaikatpun berkata, "Engkau dusta! Engkau lakukan semua itu hanyalah supaya engkau disebut sebagai orang alim". Memang yang demikianlah perkataan orang terhadap dirinya.
Orang kedua adalah seorang laki-laki yang Allah beri harta kekayaan, maka Allah bertanya, "Engkau telah kami beri amanah harta, apakah yang sudah engkau perbuat dengan harta itu?"
Dia menjawab, "Ya Rabbi, harta benda itu semuanya telah hamba sedekahkan pada tengah malam dan siang hari."
Allah berfirman, "Engkau dusta!"
Malaikat pun berkata, "Engkau dusta! engkau lakukan semua itu hanyalah supaya engkau dikatakan sebagai seorang dermawan". Memang yang demikianlah yang dikatakan orang terhadap dirinya.
Orang ketiga adalah laki-laki yang terbunuh dalam perang mempertahankan agama Allah, maka Allah bertanya, "Apakah yang telah engkau kerjakan?"
Ia menjawab, "Ya Rabbi, Engkau suruh hamba berjihad, maka pergilah hamba ke medan perang, lalu hamba mati terbunuh".
Allah pun berkata, "Engkau dusta!"
Malaikat pun berkata, "Engkau dusta! Engkau terbunuh karena memang engkau tidak siap untuk mati dan kalau pun engkau terbunuh engkau berharap mendapat gelar pahlawan."
Sebuah pelajaran yang selama ini memang mungkin kita berada pada gelombang ketidak ikhlasan ketika kita melakukan sesuatu yang baik. Banyak di antara kita yang mengharapkan ‘sesuatu’ dari apa yang kita lakukan. Akibatnya kita tidak mendapatkan apa-apa.
Maka benarlah hadist Rasulullah yang mengatakan, "Barangsiapa yang berpuasa dengan iman dan keikhlasan maka dosa-dosa (kecilnya) yang lalu akan diampuni Allah."
Sangat tidak nyaman jika seandainya dalam melakukan sesuatu ada nilai-nilai yang membuat unsur pamrih di dalamnya. Untuk itu, banyak orang yang sering mengucapkan kata ikhlas, namun aplikasinya yang tidak mudah dilakukan.
Bukan hendak melihat hati seseorang, tetapi biasanya, ada para politisi, pejabat dan lain-lain yang ketika menolong seseorang apakah itu lewat pemberian sembako, sumbangan dan lain-lain ada muncul rasa untuk dipuji. Kalau inilah yang ada di hati, maka di sinilah kita lebih mengedepankan unsur riya daripada unsur ikhlas.
Sebenarnya, ilmu ikhlas ada dalam buku, namun pada praktiknya ia sangat sulit untuk dilaksanakan. Kenapa? Karena ini berhubungan dengan kebersihan dan kesucian hati. Bila hati kita masih ada rasa ingin dipuja dan dipuji, maka lunturlah nilai ikhlas itu.
Puasa mengajarkan kita untuk ikhlas. Ikhlas dalam berbagai hal. Bukan dalam konteks ibadah semata, tetapi lebih daripada itu ikhlas terhadap berbagai persoalan yang terjadi di tengah-tengah kita.
Keikhlasan itu tersimbolisasi dengan perasaan menyerahkan segalanya kepada Allah. Karena itulah ibadah puasa ini sangat berbeda dengan ibadah-ibadah yang lain. Ia sangat menuntut keikhlasan seseorang untuk berlapar-lapar walaupun ada di depan matanya makanan dan minuman yang halal.
Lalu bagaimana kita merasakan bahwa hati kita ini sudah ikhlas? Maka kembali pada statement awal bahwa ikhlas adalah orang yang tidak menyertakan kepentingan pribadi ataupun imbalan duniawi dari apa yang dapat ia lakukan. Tujuannya hanya satu yakni agar apa yang ia lakukannya diterima Allah SWT.
Mudah-mudahan kewajiban puasa yang kita lakukan tahun ini memberi makna keikhlasan kepada kita, untuk selalu berbagi, peduli dalam kebersamaan.
"Kata-Kata Bijak Untuk Motivasi Hidup"
Manusia tak lepas dari problema, permasalahan dan dinamika kehidupan. Hanya orang-orang yang mampu menyikapi dengan bijak lah yang mampu bertahan.
Bagi Anda yang tengah mencari kata-kata motivasi, atau kata-kata bijak untuk memotivasi, baik itu buat teman-teman yang tengah di rundung kesulitan atau permasalahan, ataupun untuk diri anda sendiri yang tengah terombang-ambing dalam kegalauan, atau juga untuk di koleksi sebagai bahan renungan, Anda kamu telah tepat masuk ke sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar